Koridor Sekolah dan Bunga dalam Pot

    Sore itu langit mendung sepertinya hujan akan turun. Musim hujan telah datang sejak beberapa hari yang lalu, tak ayal kini gak siang gak malam, selalu saja hujan, “Alhamdulillah.”

    Setelah pembelajaran hari itu berakhir. aku segera beranjak dari tempat dudukkudan mulai bangkit bersama tas ransel yang menggantung di pundakku. Dengan cepat aku berjalan. Namun sesaat langkah kakiku hampir tiba di depan pintu kelas. Seorang teman memanggilku.

“Eh, tunggu dulu.” Ucapnya.
“Ada apa?” Jawabku. Seraya membalikkan tubuh menatapnya penuh tanya.
“Coba lihat itu!” Ucapnya. Seraya mengarahkan telunjuk ke arah pelataran sekolah.
Kini kami tepat berada di depan pintu kelas.
“Gak ada apa-apa tuh.” Jawabku lagi menuruti perintahnya.
“Coba lihat koridor ( pelataran ) ini, sering kali kita mengabaikannya.” Ucapnya lagi.
“Cobalah sesekali kita berhenti sejenak dari ketergesaan, perhatikan pelataran ini. Begitu indah bukan?” Tambahnya.

Akupun menarik nafas dalam-dalam, ku coba mengarahkan pandangan pada pelataran itu.
“Wah, benar katanya, begitu indah, sungguh.” Gumamku dalam hati.
“Suatu hari kita akan meninggalkannya” Ucapnya lagi. Seraya menepuk pundakku.
Hatiku mulai berlinang.
“Betapa sering kita mengabaikannya, padahal setiap hari pelataran ini kita injak” Tambahnya.
    Akupun terdiam merenung penuh perasaan, tiada terasa sudah tiga tahun aku berada disini. Setiap kali ia ku lalui begitu saja tanpa pernah memandangnya. Dengan ketergesaan aku berjalan melewatinya lalu masuk ke dalam ruang kelas. Tak perah satu detikpun aku berhenti sekadar memperhatikannya. Aku selalu bergegas melangkah penuh kesombongan.

    Kini aku melihatnya penuh harapan, aku tersadar sebentar lagi semua kan jadi kenangan. Kenangan yang takkan pernah kembali lagi. Sebentar lagi aku akan lulus dari sekolah ini. Pelataran yang selalu ku hampiri setiap hari akan segera ku tinggalkan, entah apakah masih bisa aku menginjaknya lagi nanti.
**
    Kini kami berjalan satu arah menyusuri ruang-ruang koridor yang tak asing lagi. Koridor yang selalu menemani kami di kala ingin memasuki ruang kelas dan dikala hendak meninggalkannya.

“Lihatlah itu.” Ucap Dodi, teman yang telah menyadarkanku. Seraya ia membentangkan tangannya ke arah tanaman di sebuah pot yang berada tepat di samping koridor. Pot bunga yang tersusun di setiap empat langkah kaki itu.

“Memang ada apa dengan dia?” Jawabku penuh tannya.
“Apakah kamu tak melihat ia.?” Ucapnya lagi.
“Aku, melihatnya, tapi tak ada yang menarik.” Jawabku.
“Kawan, selama ini kita juga tidak begitu memperhatikannya. Sering kali di saat sekolah ini libur. Ia tak ada yang memberi makan tak ada yang memberinya air.?” Jelas Dodi.
    Akupun menatap tanaman itu dengan penuh iba, benar apa kata Dodi, tanaman ini sering kali terabaikan. Padahal  ia selalu setia memberi kesegaran udara untuk sekitarnya. Betapa malangnya ia terkadang hampir satu bulan sekolah libur, tiada satupun yang peduli dengannya.
“Coba liat itu.” Ucap Dodi seraya menyentuh daun yang mulai kering dan hampir terlepas dari tangkainya.
“Lihat tanaman ini, Mati segan hiduppun tak mau. Andai saja kita mendengar teriakakkannya”